IKLAN
DAN KEKERASAN POLITIK
IKLAN
ADA DIMANA MANA
Iklan ada dimana mana,
seakan mengikuti kemana saja kita pergi sepanjang hari. Di rumah, jalanan,
pasar, kantor, dan di berbagai tempat kita selalu bertemu dengan iklan. Iklan
telah mengepung kita dari berbagai penjuru dan sepanjang waktu, sehingga
memungkinkan unutk mampu menembus hampir semua celah kehidupan setiap orang.
Pengiklan seolah tidak akan melewatkan sejengkal tempat dan waktu untuk
beriklan.
PERGESERAN
FUNGSI IKLAN
Iklan tidak hanya
sekedar bertujuan menawarkan dan mempengaruhi calon konsumen untuk membeli
suatu produk. Akan tetapi lebih dari itu, iklan turut berpengaruh dalam
membentuk sistem nilai, gaya hidup maupun selera budaya tertentu. Iklan tidak
hanya memvisualisaikan kualitas dan atribut dari produk yang harus dijualnya,
tetapi mencoba membuat bagaimana sifat atau cirri produk tersebut mempunyai
arti sesuatu bagi kita.
Dalam konteks inilah
iklan mendefinisikan image tentang ‘arti tertentu yang diperoleh’ ketika orang
menggunakan produk tersebut.
Ada dua fungsi komunikasi dalam iklan :
·
Fungsi transformational, iklan berusaha untuk mengubah
sikap-sikap yang dimiliki oleh konsumen terhadap merek, pola-pola belanja, gaya
hidup, teknik-teknik mencapai sukses dan sebagainya.
IKLAN MEMBUAT PERSEPSI PADA KHALAYAK ( KEKERASAN POLITIK )
Dalam iklan produk L-MEN , diiklankan bahwa lelaki yang terlihat tampan ialah pria yang memiliki tubuh tegap dan six-pack sehingga para wanita akan lebih tertarik pada lelaki yang memiliki tubuh demikian dibandingkan dengan bentuk tubuh pria pada umumnya yang cenderung biasa atau tidak gagah. Jadi dalam iklan tersebut akhirnya membentuk pandangan pada khalayak bahwa laki laki idaman yang ideal adalah laki laki yang memiliki tubuh seperti yang ada di iklan L-MEN tersebut.
Contoh 2 :
Contoh 2 :
Sama halnya dengan iklan susu WRP. Dalam iklan tersebut terlihat bahwa wanita yang bertubuh langsing lah yang dianggap cantik. Pada akhirnya persepsi cantik pada setiap wanita berpatokan pada tubuh langsing seperti yang ada di iklan tersebut. Sehingga apabila tubuh seorang wanita yang mungkin tidak seindah yang ada iklan tersebut, dapat dianggap tidak ideal sebagai seorang wanita.
BAGAIMANA PARA ILMUAN MEMAHAMI IKLAN?
Iklan adalah bentuk dari sign system yang mengatur makna dari obyek
atau komoditas. Iklan juga dipandang sebagai perangkat ideologis dari
kapitalisme konsumen (consumer capitalism)
·
Iklan juga dilihat sebagai tanda, yang
mengatur makna yang ingin disampaikan oleh pembuat iklan. Makna ideologis yang
dimiliki iklan dibuat senetral mungkin, proses signifikasi (pembuatan tanda/sign)
yang kemudian disebut Barthes sebagai myth
BAGAIMANA IKLAN MEMPRODUKSI IKLAN ?
Baudrillard
iklan sebagai wacana yang dikodekan (coded discourse) dan melekat pada
sebuah produk, tidak memiliki hubungan dengan realitas (hyperreal)
Tanda masih bisa merepresentasikan
realitas (signifikasi tingkat pertama atau denotasi). Sedangkan pada
signifikasi tingkat kedua (konotasi), tanda bisa merepresentasikan sesuatu yang
hanya bisa dipahami lewat situasi kultural atau sosial yang sama.
Sementara sebagai sebuah myth, signs dalam iklan
dianggap merepresentasikan pesan idelogis dari si pembuat iklan (dalam konteks
ini, adalah kelas borjuis)
Ada dua
aktor/fungsi, yaitu encoder-decoder/encoding-decoding. Median atau pengiklan
adalah encoder yang melakukan pengkodean pesan-pesan, sesuai dengan norma-norma
professional (atau estetik, dalam konteks pengiklan) dan ideology yang hendak
disampaikannya. Ketika pesan-pesan tersebut dikodekan secara simbolis, khalayak
memiliki kebebasan untuk melakukan decoding dari pesan-pesan tersebut.
BAGAIMANA IKLAN DITERIMA OLEH KHALAYAK ?
Melalui kode-kode dalam sebuah pesan, manusia sadar akan
dirinya dan kebutuhan-kebutuhannya. Kode-kode tersebut secara hirarkis memiliki
tingkatan yang digunakan untuk menandakan perbedaan-perbedaan (distinctions)
dari status dan kelas.
·
Barthes berpendapat bahwa iklan memiliki berbagai makna
sesuai dengan tingkat signifikasi yang dilakukan oleh khalayak. Dengan demikian
makna dari pesan yang disampaikan oleh iklan menjadi sangat majemuk.
Ada tiga kemungkinan dari resepsi khalayak mengenai pesan iklan yang diterimanya, yaitu:
·
Dominant hegemonic, apabila
khalayak menafsirkan pesan sesuai dengan apa yang ingin disampaikan oleh
media/pengiklan;
·
2) Negotiated,
apabila khalayak mengambil posisi untuk secara terbatas (subtly)
mengkontestasi makna pesan;
·
3) Oppositional, apabila
khalayak mengambil posisi yang berseberangan atau menolak samasekali pesan yang
disampaikan.
·
Ketiga kemungkinan proses decoding yang dilakukan
khalayak dipengaruhi oleh budaya, disposisi politik, hubungan mereka terhadap
jaringan kekuasan yang lebih luas dan akses terhadap teknologi media massa
(radio, televisi, internet, dsb.)
MEMAHAMI IKLAN DALAM KONTEKS KEKERASAN SIMBOLIK BOURDIEU
Bagi Bourdieu, seluruh
tindakan pedagogis baik itu yang diselenggarakan di rumah, sekolah, media atau
dimanapun memiliki muatan kekerasan simbolik selama pelaku memiliki kuasa dalam
menentukan sistem nilai atas pelaku lainnya, sebuah kekuasaan yang berakar pada
relasi kuasa antara kelas-kelas dan atau kelompok-kelompok sosial dalam
masyarakat.
Diasumsikan
bahwa media dan iklan merupakan sarana yang digunakan untuk melakukan tindakan
pedagogis dari kelas atau kelompok sosial tertentu
·
Arena iklan tidak hanya menjadi ajang kontestasi image simbolik
produk yang ingin dipasarkan namun juga image simbolik realitas sosial
secara luas
Iklan
menjadi sebuah mesin kekerasan simbolik yang bisa menciptakan sistem
kategorisasi, klasifikasi, dan definisi sosial tertentu sesuai dengan
kepentingan kelas atau kelompok dominan.
·
Image-image simbolik
yang diproduksi iklan seperti misalnya kebahagiaan, keharmonisan, kecantikan,
kejantanan, gaya hidup modern pada dasarnya merupakan sistem nilai yang
dimiliki kelas atau kelompok dominan yang diedukasi dan ditanamkan pada suatu
kelompok masyarakat.
Proses penanaman nilai
melalui iklan dapat membentuk habitus tentang sistem nilai tersebut. Sehingga
iklan tidak hanya menciptakan subjek yang dapat meregulasi diri terkait
konsumsi produk namun juga subjek yang dapat meregulasi diri terkait
klasifikasi dunia sosial, disini kemudian terjadilah kekerasan simbolik.
\
Tidak ada komentar:
Posting Komentar